Seperti yang kita ketahui, merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023, terdapat perubahan dalam skema penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi Pegawai Tetap.
Perubahan skema terlihat lebih sederhana. Namun, faktanya aturan terbaru mungkin akan berpotensi munculnya lebih bayar atau kurang bayar pajak di akhir tahun. Dalam beberapa agenda sosialisasi TER oleh Dirjen Pajak RI, telah disampaikan bahwa ini menjadi risiko yang tidak dapat dihindari dan tak terkecuali, baik karyawan yang pajak penghasilannya dihitungkan menggunakan metode gross maupun gross up.
Pada artikel ini, Gadjian akan menekankan informasi yang perlu dipahami terkait penghasilan karyawan yang dihitung menggunakan metode gross up.
A. Konsep Perhitungan PPh Gross Up
Metode gross up adalah metode pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang dipotong dari karyawan.
Sebagai gambaran, berikut ini adalah contoh perbedaan tampilan slip gaji karyawan di aplikasi Gadjian dengan perhitungan pajak menggunakan metode gross dan gross up:
Slip gaji dengan metode perhitungan gross
Slip gaji dengan metode perhitungan gross up
B. Potensi PPh Lebih Bayar (PPh Minus) Akhir Tahun
Contoh dua slip gaji pada poin A menunjukkan adanya kemungkinan terjadinya PPh 21 minus atau lebih bayar di akhir tahun. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan lebih bayar PPh 21, antara lain :
Karyawan berhenti bekerja di pertengahan tahun berjalan (sebelum bulan Desember)
Apabila karyawan berhenti bekerja di pertengahan tahun berjalan, maka perhitungan pajak pada slip gaji terakhir akan disesuaikan dengan masa kerja karyawan selama tahun berjalan (kurang dari 12 bulan).
Sebagai contoh, jika Karyawan A bekerja di PT ABC mulai bulan Januari hingga Agustus, maka jumlah pendapatan bruto yang dikenakan pajak dan PPh 21 yang dihitung untuk tahun tersebut hanya berdasarkan periode kerja karyawan, yaitu 8 bulan. Dengan kata lain, perhitungan pajak dan PPh 21 tidak mencakup seluruh tahun (12 bulan), melainkan hanya selama karyawan bekerja.
Penyesuaian ini dilakukan untuk menghitung kembali kewajiban pajak berdasarkan periode kerja aktual karyawan pada tahun tersebut. Akibatnya, hal ini dapat menyebabkan lebih bayar dalam perhitungan pajak pada slip terakhir.
Fluktuasi pendapatan setiap bulannya
ā
Jika pendapatan karyawan mengalami fluktuasi yang signifikan sepanjang tahun, maka perhitungan PPh 21 yang dilakukan secara bulanan mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan kewajiban pajak tahunan yang sebenarnya. Fluktuasi ini dapat menyebabkan selisih antara pajak yang telah dipotong setiap bulan dan pajak yang seharusnya terutang pada akhir tahun. Selisih tersebut bisa mengakibatkan lebih bayar, terutama jika penghasilan yang lebih tinggi diterima pada bulan-bulan tertentu namun tidak konsisten sepanjang tahun.Contoh fluktuasi pendapatan adalah saat ada pemberian tunjangan hari raya (THR) pada hari raya keagamaan, atau bonus penjualan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan pada periode tertentu. Pendapatan yang sifatnya tidak tetap ini menyebabkan jumlah pendapatan bruto karyawan bisa berubah-ubah setiap bulannya.
C. Pengaruh PPh Lebih Bayar (PPh Minus) pada Data Bupot
Kondisi PPh 21 minus lebih kecil dari pendapatan bruto bulan tersebut.
Pada kondisi ini, PPh minus tidak melebihi dari pendapatan di bulan tersebut sehingga pendapatan bruto tetap bernilai positif. Dengan demikian, total pendapatan bruto pada slip gaji terakhir karyawan akan menjadi nilai akhir yang dicatat sebagai Penghasilan Bruto Masa Pajak Terakhir.
Nilai menjadi dasar data yang masuk ke dalam file Data Bupot Tahunan di aplikasi Gadjian (kolom T) dimana dapat langsung diimpor ke dalam aplikasi e-Bupot untuk mempermudah pelaporan pajak tahunan.
Kondisi PPh 21 minus lebih besar dari pendapatan bruto bulan tersebut.
Pada kondisi ini, PPh minus terlihat lebih dari pendapatan di bulan tersebut sehingga pendapatan bruto bernilai negatif.
Pada aplikasi Gadjian, jika PPh 21 minus melebihi pendapatan bruto bulan tersebut, maka Tunjangan PPh 21 tidak akan dihitung sebagai bagian dari Penghasilan Bruto Masa Pajak Terakhir pada file Data Bupot Tahunan. Mengapa demikian?
Saat ini Gadjian mengikuti format yang diizinkan saat menginputkan penghasilan bruto pada aplikasi e-Bupot. Aplikasi e-Bupot akan memunculkan notifikasi error jika tidak sesuai dengan format yang ditentukan (lihat gambar di bawah ini).
D. Penyiasatan Pembukuan Gaji Jika PPh Lebih Bayar (Minus) Lebih Besar dari Penghasilan Bruto Masa Pajak Terakhir
Apabila nilai lebih bayar PPh 21 lebih besar dari pendapatan bruto pada masa pajak terakhir, maka tunjangan PPh 21 tidak akan ditambahkan ke Penghasilan Bruto Masa Pajak Terakhir pada file Data Bupot Tahunan.
Konsekuensi dari kondisi ini adalah ada kemungkinan terdapat selisih antara pendapatan bruto yang tercatat di file bupot tahunan dan pendapatan bruto yang seharusnya tercatat sebagai gaji karyawan dalam pembukuan gaji (penjurnalan) perusahaan. Selisih ini perlu diperhatikan oleh bagian keuangan dan administrasi pajak, karena dapat mempengaruhi penghasilan karyawan yang dicatatkan.
Gadjian memberikan salah satu alternatif pembukuan gaji pada kasus yang relevan dengan hal ini sebagai berikut :
Pembukuan Normal
Gaji Pokok = Rp 25.000.000
Tunjangan PPh 21 = Rp -35.000.000
JKK, JKM, BPJS Kes = Rp 615.000
JHT JP = Rp 1.125.000
Pembukuan Alternatif
Gaji Pokok = Rp 25.000.000
Tunjangan PPh 21 = Rp 0
JKK, JKM, BPJS Kes = Rp 615.000
JHT JP = Rp 1.125.000
PPh Bayar di Muka = Rp 35.000.000
Perlu diketahui bahwa cara pembukuan gaji setiap perusahaan berbeda-beda. Gadjian merekomendasikan untuk mengkonsultasikan ke pihak penjurnalan perusahaan Anda atau dengan KPP terdekat.